Minggu, 10 Februari 2013

Browse Manual » Wiring » » » SENTRA PAKAIAN TNI CIMAHI, JAWA BARAT

SENTRA PAKAIAN TNI CIMAHI, JAWA BARAT

Berita
Sentra pakaian TNI Cimahi: Di kota tentara (1)

SENTRA PAKAIAN TNI CIMAHI, JAWA BARAT

Sentra pakaian TNI Cimahi: Di kota tentara (1)

Tak jauh dari kompleks pusat pendidikan TNI AD di Kota Cimahi, Jawa Barat bercokol sentra pakaian dan atribut tentara. Awalnya, hanya ada satu kios yang berdiri di pusat penjualan itu pada tahun 1990 lalu. Kini, jumlah pedagang di sana sudah mencapai 20 orang dengan omzet hingga Rp 100 juta per bulan.

Ada gula, ada semut. Pepatah kuno ini pas sekali untuk menggambarkan sentra pakaian dan atribut tentara di Kota Cimahi, Jawa Barat. Persisnya, di depan Rumah Sakit Dustira di Jalan Dr Dustira Nomor 1.

Nah, tepat di belakang rumah sakit itu adalah kompleks pusat pelatihan Tentara Nasional Angkatan Darat (TNI AD). Misalnya, Pusat Pendidikan Artileri, Pusat Pendidikan Infantri, Pusat Pendidikan Polisi Militer, dan Pusat Pendidikan Perbekalan dan Angkutan. Tak heran, Cimahi mendapat julukan Kota Tentara.

Tidak sulit menuju sentra itu. Anda hanya butuh waktu 30 menit dari Bandung melalui tol Pasteur kemudian ke arah Stasiun Kereta Api Cimahi. Di depan RS Dustura, Anda akan menjumpai sekitar 20 toko berjejer rapi menjual berbagai pakaian dan atribut tentara. Ambil contoh, baju, celana, jaket, kaus, topi, dan tas. Tapi, para pedagang di sentra ini juga menjual pakaian tentara ukuran anak-anak.

Harga jualnya bervariasi, tentunya. Topi loreng seharga Rp 10.000 - Rp 25.000 per buah. Kaus oblong loreng mulai Rp 14.000 hingga Rp 30.000 per potong. Sedang sepatu tentara Rp 65.000 - Rp 700.000 per pasang.

M. Fery Kurniawan, pemilik Gajahmada Militery Equipment, berkisah, awalnya, tahun 1990 lalu, hanya ada satu kios di sentra yang berdiri di lahan milik PT Kereta Api Indonesia (KAI) ini. Sekarang, jumlahnya sudah mencapai 20 kios.

Beberapa kios yang ada di pusat penjualan pakaian dan atribut tentara ini kepunyaan keluarga pemilik toko pertama di sentra tersebut. Sebab, "Kalau mau membuka kios di sini harus ada rekomendasi, tapi sejak tahun 2000 pedagang lain juga boleh masuk untuk berjualan," kata Fery.

Saban hari, sentra ini tak pernah sepi pembeli. Pangsa pasar utamanya, tentu saja, ribuan prajurit yang tinggal dan sedang menjalani pelatihan di kompleks pusat pendidikan TNI AD. "Omzet saya bisa mencapai Rp 100 juta per bulan dengan laba bersih sekitar 10%," imbuh Ferry tersenyum.

Meski marginnya tipis, perputaran penjualan produk di sentra ini sangat cepat bak kilat. "Pembeli saya tidak hanya dari Cimahi dan sekitarnya, tapi juga datang dari Sumatra, Sulawesi, bahkan Papua," ungkap Ferry yang sudah berjualan sejak 11 tahun yang lalu.

Dede Rusman, pemilik Perdagangan Umum & Konveksi, menuturkan bahwa dia baru berjualan di sentra pakaian dan atribut tentara Cimahi dua tahun. "Saya sebelum buka usaha hanya sebagai penjaga salah satu kios di sini. Tapi, setelah memiliki modal, saya buka sendiri, modal buka kios Rp 20 juta," beber dia.

Lantaran pemain anyar di sentra itu, untuk memikat calon pembeli, Dede tidak hanya berjualan pakaian dan atribut militer saja. Tapi juga, benda-benda berbau militer. Contohnya, gelas dengan logo TNI AD yang ia jual seharga Rp 12.500 per buah. Kemudian, jam dinding berlogo Polisi Militer TNI AD dengan harga mulai Rp 35.000 sampai Rp 40.000 per buah. Lalu, celana training loreng Rp 35.000 - Rp 75.000 per potong. Sweater loreng Rp 65.000 per potong, dan celana pendek loreng Rp 35.000 per potong.

Dari penjualan barang-barang tersebut, Dede mengaku bisa meraup penghasilan yang cukup lumayan, yakni sebesar Rp 25 juta sebulan dengan laba bersih sekitar Rp 10%. "Yang paling laris adalah jam dinding, kaus loreng, dan celana training," ujarnya.

Sentra pakaian TNI Cimahi: Menjaga kualitas (2)

Sekitar 20 pedagang di sentra pakaian TNI Cimahi lebih memilih memberdayakan rumah industri konfeksi untuk membuat berbagai jenis atribut TNI. Selain bisa lebih mendapatkan untung berlipat, mereka juga bisa menjaga kualitas produk. Ujung-ujungnya pelanggan mereka tak pindah ke pangkuan pedagang lain.

Kendati permintaan banyak, para pedagang di sentra pakaian tentara di Cimahi, Bandung, Jawa Barat, tak pernah kehabisan stok barang. Jangan berpikir pakaian dan atribut tentara tersebut diproduksi dan dipasok dari pabrik.

Produk yang mereka jual di sana umumnya diproduksi oleh rumah industri. Walau konfeksi tersebut skala rumahan, tetapi mereka sudah mampu memproduksi ribuan baju, celana, jaket, kaus, topi dan tas ala tentara.

M. Fery Kurniawan, pemilik Gajahmada Militery Equipment bilang, produknya dibuat oleh konfeksi skala rumahan, agar kualitas barang yang ia jual tetap terjaga. "Sehingga konsumen tidak lari ke pedagang lain," terangnya yang bisa mengantongi omzet Rp 100 juta per bulan itu.

Fery sendiri mempercayakan pembuatan berbagai atribut militer itu ke saudaranya. Adapun bahan dasar kain yang digunakan, misalnya, kain katun, kanpas loreng, tuil, teril, dan bristol ia peroleh dari beberapa pemasok di sekitar Bandung yakni di Soreang, Cigondewah, Cicadas dan Margaasih,

Harga jenis kain pun berbeda-beda, disesuaikan dengan kualitas. Contoh, kain tuil harganya Rp 35.000 per meter, kain kapas loreng bisa Rp 75.000 - Rp 80.000 per meter. Sementara jenis lainnya berkisar Rp 50.000 - Rp 55.000 per meter.

Setelah produk jadi, Fery bisa menjual topi loreng seharga Rp 10.000 - Rp 25.000 per buah. Pakaian dan kaus, Rp 14.000 - Rp 30.000 per buah, dan sepatu Rp 65.000 - Rp 700.000 per pasang.

Keuntungan menjahit sendiri ketimbang membeli di pabrik tentu saja bisa mendapatkan kualitas pakaian terbaik. Dus, tentu saja bisa sesuai permintaan. "Biasanya saya minta dobel jahitannya supaya kuat dan rapi," jelas Fery.

Segendang sepenarian, Deden Rusman pemilik Perdagangan Umum & Konveksi bilang, pasokan kain untuk membuat atribut tentara ia dapatkan dari Pasar Baru Bandung. "Saya juga jahit di konfeksi milik kakak supaya kualitas tak berbeda," katanya.

Deden menuturkan, semua pakaian atawa atribut yang dijajakannya tidak dipesan dari pabrik. Ia bilang, bila memesan dari pabrik kualitas produknya belum tentu bagus sebab diproduksinya secara massal. "Padahal untuk menjaga loyalitas pelanggan, kualitas produk mesti nomor satu," ujar Deden.

Selain berjualan, Deden diam-diam juga sudah menjadi pemasok beberapa produk ke sesama pedagang di sentra tersebut. Salah satu produk yang rutin ia pasok adalah gelas berlogo TNI.

Menurutnya, untuk gelas ukuran besar, ia membanderol harga sebesar Rp 95.000 per buah, sementara para pedagang bisa menjualnya lagi sampai Rp 125.000 per buah. Deden mengakui bahwa gelas itu bukan dirinya yang membuat melainkan kakaknya. "Saya tidak mau bilang belinya di mana? Takut mereka langsung beli ke sana," ujarnya terkekeh.

Sentra pakaian TNI Cimahi: Perlu relasi (3)



Sentra pakaian TNI Cimahi: Perlu relasi (3)

Selain melayani penjualan eceran, sentra pakaian dan atribut tentara di Cimahi, Jawa Barat juga menjual berbagai produk dalam partai besar. Lembaga pendidikan dan asrama militer menjadi konsumen utama mereka. Namun, pedagang harus memiliki relasi untuk menembus instansi militer itu.

Sejak era 1990-an, sentra pakaian dan atribut tentara di Cimahi, Jawa Barat sudah kesohor di kalangan tentara, khususnya TNI Angkatan Darat (AD). Sejak awal berdiri, sentra ini sudah terbiasa melayani pembeli dari kalangan prajurit TNI.

Selain melayani pembelian eceran, sentra pakaian dan atribut tentara di Cimahi juga melayani pembelian dalam partai besar. Para pedagang menyebut penjualan partai besar dengan sistem paket.

Penjualan sistem paket ini memberi kontribusi hingga 70% dari total penjualan. Sisanya penjualan eceran. "Sistem paket lebih banyak peminatnya dan volume pesanannya lebih tinggi," kata M. Fery Kurniawan, pemilik kios Gajahmada Millitery Equipment.

Keberhasilan pedagang melayani penjualan paket sangat tergantung kepada kemampuan melobi lembaga pendidikan dan asrama militer, baik di Bandung maupun di daerah lain. Soalnya, instansi ini yang paling sering memesan perlengkapan kebutuhan militer.

Asrama militer, misalnya, banyak membeli perlengkapan untuk prajurit yang masih tinggal di asrama. Yang paling banyak dipesan biasanya seragam, kaus kaki, sepatu, topi, tas, dan perlengkapan lainnya.

Untuk memiliki relasi di kalangan militer, para pedagang harus memiliki teman yang punya jaringan di militer. Selain lembaga pendidikan dan asrama militer, pedagang juga mencoba meretas hubungan dengan petinggi batalion. Sebab, setiap satuan setingkat batalion memiliki jumlah prajurit yang cukup banyak. "Tapi jarang pedagang yang bisa tembus ke petinggi militer yang mengomandani satu batalion," jelas Fery.

Fery sendiri mengaku belum memiliki jaringan ke petinggi batalion. Padahal, ia sudah berjualan di sentra tersebut sejak 11 tahun silam. "Sejauh ini saya baru berhubungan dengan pengelola asrama militer," ujarnya.

Guna menjaga hubungan baik dengan relasinya di militer, Fery biasa memberikan potongan harga untuk setiap penjualan pakaian dan atribut tentara. Biasanya, pembeli meminta potongan harga 5%. Agar tidak menanggung rugi terlalu banyak, para pedagang menyiasatinya dengan menaikkan harga.

Para pengelola lembaga pendidikan dan asrama militer biasanya datang belanja ke sentra ini setiap akhir pekan. Selain di Cimahi sendiri, Fery juga sudah memiliki banyak pelanggan dari luar kota, seperti Cianjur, Sukabumi, Bogor, Jakarta, Ambon, Sumatra, dan Papua.

Deden Rusman, pemilik kios Perdagangan Umum & Konveksi juga meraup omzet besar dari usaha ini. Sama halnya Fery, ia juga lebih mengandalkan penjualan dengan sistem paket. Ia banyak mendapat pesanan dari prajurit TNI yang pernah dikenalnya sewaktu mengikuti pendidikan di Cimahi.

Mereka biasanya memesan seragam dengan sistem paket. Setiap orang biasanya memesan antara Rp 4 juta - Rp 10 juta sekali pesan. "Saya belum memiliki jaringan di lembaga pendidikan dan asrama militer," ujarnya.

(Selesai)

Sumber:
http://peluangusaha.kontan.co.id/news/sentra-pakaian-tni-cimahi-perlu-relasi-3/2013/02/10

Tidak ada komentar:

Posting Komentar